Thursday, May 31, 2012
tetap semangat dan bersabar
Keberadaan Guru Tidak Tetap (GTT)
nampaknya ditakdirkan senantiasa memiliki permasalahan kompleks. Bukan rahasia
umum jika kelompok guru ini dikategorikan sebagai kelompok guru dengan
“penderitaan” tiada akhir.
Penghasilan jauh di bawah UMR, dan penghargaan
profesi minim merupakan menu sehari-hari manakala permasalahan GTT ini
mengemuka. Namun empati pihak–pihak terkait dunia pendidikan kita masih teramat
lemah. Jangankan melakukan advokasi, sekadar mengetahui permasalahan yang
dihadapi GTT pun, publik terkesan menutup mata dan telinga. Kondisi ini
membuktikan sebenarnya marginalisasi GTT telah terjadi sedemikan kompleksnya
sehingga permasalahan GTT tidak akan terpecahkan. Kondisi ini teramat miris
mengingat di saat guru PNS kesulitan menghitung besaran tunjangan sertifikasi,
GTT tenggelam dalam ketidakjelasan kesejahteraan.
Upaya peningkatan kesejahteraan GTT
sendiri sebenarnya sudah diupayakan. Namun nampaknya beragam pola untuk
menyejahterakan GTT pun pada akhirnya mengalami hambatan konstitusional.
Ancaman tidak digajinya GTT disebabkan peruntukan BOS tidak boleh untuk gaji
tenaga honorer (Joglosemar 18 Maret 2010), merupakan salah satu bukti
ketidakberdayaan GTT. Parahnya, penzaliman profesi GTT sudah terjadi sedemikian
sistematisnya hingga tidak ada kekuatan besar untuk mengatasinya. Bagaimanakah
selayaknya pemberdayaan GTT tanpa memperdayakannya, merupakan pertanyaan
pokok berkaitan masih terombang-ambingnya profesi GTT. Permasalahan pokok ini
mutlak memerlukan tindakan cerdas untuk direalisasikannya.
Profesi
GTT tidak ubahnya sebuah profesi yang harus menghadapi beragam badai di
dalamnya. Ketidakjelasan status kepegawaian merupakan hulu dari beragam
permasalahan ini. Dikarenakan statusnya sebagai pegawai tidak tetap, akhirnya
diimplementasikan sebagai pihak yang mudah menjadi korban kebijakan. Dengan
status kepegawaiannya, GTT sangat rentan menjadi korban kebijakan pendidikan.
Pemberlakuan sertifikasi guru misalnya, program penyejahteraan guru ini
ternyata tidak menyentuh level GTT. Berdasarkan ketentuan sertifikasi guru
dinyatakan guru yang berhak mengikuti proses sertifikasi guru adalah guru PNS
dan guru tetap swasta.
Permasalahan status kepegawaian pada akhirnya menumbuhkan kecemburuan sosial di kalangan guru. Di satu sisi terdapat guru dengan materi berlimpah, di sisi lain terdapat guru larut pada derita tiada akhir. Pihak pemerintah menyikapi permasalahan ini terkesan menutup mata dan cenderung bermain aman. Saling lempar tanggung jawab pun akan terjadi mengapa GTT tidak sesegera mungkin disertifikasi.
Permasalahan status kepegawaian pada akhirnya menumbuhkan kecemburuan sosial di kalangan guru. Di satu sisi terdapat guru dengan materi berlimpah, di sisi lain terdapat guru larut pada derita tiada akhir. Pihak pemerintah menyikapi permasalahan ini terkesan menutup mata dan cenderung bermain aman. Saling lempar tanggung jawab pun akan terjadi mengapa GTT tidak sesegera mungkin disertifikasi.
Dampak
teknis tidak jelasnya status kepegawaian ini mengemuka pada proses pembelajaran
di sekolah. Tuntutan guru bersertifikasi untuk mengajar 24 jam per pekan
semakin meminggirkan keberadaan GTT. Logikanya, penyelenggara sekolah tidak
menginginkan menjadi penghambat bagi guru profesional untuk mendapatkan
tunjangan profesinya. Dampaknya sering ditemukan pada saat pembagian jam
mengajar, prioritas diberikan pada guru besertifikasi tersebut sementara GTT
tinggal gigit jari. Apalagi pada sekolah dengan jumlah siswa sedikit, sekolah
tersebut akhirnya secara tidak langsung terjadi pemecatan massal GTT manakala
pada awal tahun pelajaran lantaran jam mengajarnya sudah digunakan oleh guru
besertifikasi. Jam mengajar bagi GTT diibaratkan sebagai ”nyawa hidup” karena gaji yang
diterima dihitung berdasarkan jumlah jam mengajar per pekannya. Dengan kondisi
ini manakala GTT semakin bertambah banyak jam mengajarnya, pendapatan meningkat
demikian pula sebaliknya.Menyikapi fenomena ”perebutan” jam mengajar di atas, sudah bisa dipastikan GTT
terpaksa harus tabah. Kebijakan pemerintah yang mengatur pendidikan justru
memberangus profesinya. Kebijakan sertifikasi guru merupakan contoh konkretnya.
Selain kebijakan sertifikasi yang menisbikan keadilan profesi, masih terdapat
kebijakan lain yang ujung-ujungnya semakin mengimpit keberadaan GTT. Kebijakan
tunjangan bagi guru non-PNS misalnya, pemerintah beberapa tahun terakhir mulai
memberikan tunjangan bagi guru non-PNS dengan besaran bervariasi antara Rp
100.000–250.000/bulan.
Dijelaskannya, honor untuk guru TK antara Rp 100 ribu sampai Rp 300 ribu per
bulan. Untuk GTT SD antara Rp 100 ribu sampai 600 ribu per bulan dan untuk
tingkat SMP sampai SMA dan SMK dihitung berdasarkan jam mengajar. Hanya saja, jam mengajar yang dibayar
hanya jam mengajar selama satu minggu. Tidak dihitung total satu bulan. GTT di
SMP sampai SMA yang dibayar hanya jam mengajar selama satu minggu saja. Untuk
tiga minggu kemudian tidak dibayar. “Misalnya,
satu minggu mengajar selama 20
jam. Satu jam pelajaran biasanya
berkisar
Rp 30
ribu. Jam mengajar satu minggu di kali Rp 30 ribu di kali satu, tidak dikali tiga
atau empat jumlah minggunya. Artinya, jam mengajar selama tiga minggu dianggap
amal atau apa namanya,”
Tunjangan tersebut diberikan berjenjang
dari pemerintah kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Logikanya seluruh GTT
yang tercatat dalam pendataan pemerintah mendapatkannya. Namun impian indah
mendapatkan tunjangan ini hancur berkeping-keping. Di saat tunjangan diberikan
muncul instruksi pemerintah yang melarang GTT mendapatkan tunjangan lebih dari
satu sumber. Dampaknya, tunjangan yang diberikan pada GTT diklasifikasikan
berdasarkan sumbernya dan masing-masing GTT dilarang menerima lebih dari satu
sumber. Asas keadilan samar-samar terlihat menyikapi mekanisme pencairan
tunjangan ini dan mengesankan pemerintah pilih kasih dalam menyikapi keberadaan
warga negaranya. Di satu pihak tunjangan profesi diberikan minimal 3.000.000
/bulan, di sisi lain tunjangan bagi GTT maksimal 250.000 /bulan itu pun dengan
pengucuran bak menanti banjir di musim kemarau.
Marginalisasi
GTT sendiri pada akhirnya terus berlangsung tanpa ada upaya untuk
menghentikannya. Permendiknas Nomor 37 tahun 2010 yang menyatakan dana BOS
dilarang digunakan untuk membayar GTT semakin meneguhkannya. Menyikapi
peraturan tersebut sebenarnya teramat bias mengingat jika ditelaah lebih
mendalam BOS merupakan Bantuan Operasional Sekolah bukan siswa, sehingga
logikanya dana tersebut tidak perlu dipermasalahkan untuk menggaji GTT
dikarenakan terbatasnya keuangan sekolah.
Kenyataan
ini berpijak bahwa dukungan bagi GTT untuk mendapatkan hak-hak profesinya belum
mendapatkan dukungan dari semua pihak. Jangankan mengharapkan dukungan dari
masyarakat, dukungan dari kalangan guru sendiri GTT ini masih dianggap sebelah
mata. Guru memang memiliki Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Namun saat
GTT dihantam berbagai badai yang menenggelamkan, tingkat kepedulian mereka
masih sangat memprihatinkan. Pihak GTT sendiri bukannya mengharamkan pengorganisasian, namun organisasi yang
dibentuk selama ini masih terkesan berjalan sendiri–sendiri sehingga tujuan
menyejahterakan GTT belum menuai hasil optimal. Solidaritas Tenaga Kependidikan
Wiyata Bakti Surakarta (Soetapawibaksa), Forum Tenaga Honorer Seluruh Negeri
Indonesia (FTHSNI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), dan beberapa
elemen dengan berbasis massa GTT seakan berlomba–lomba menyuarakan peningkatan
kesejahteraan GTT. Mereka justru terkesan berjalan sendiri–sendiri tidak dalam
satu jemaah yang kokoh.
Belum
berhasilnya pola perjuangan GTT selama ini salah satunya disebabkan belum
berkembangnya advokasi guru. Advokasi guru ini mutlak diberikan mengingat
pemahaman tentang pola perjuangan akan lebih bermanfaat untuk keberhasilan
perjuangan GTT.
sumber:berbagai sumber
argumentum ad hominem
Seorang
anak balita berlari-lari mengejar bola yang terus menggelinding di sebuah
taman. Tiba-tiba ia terjatuh. Sang ibu yang melihat kejadian itu
sontak langsung mendekati buah hatinya.
“Jatuh ya,
Nak? Siapa yang nakal? Kodoknya yang nakal ya? Ugh!
Kodoknya memang nakal! Ibu pukul ya kodoknya? Cup..cup..
Jangan nangis lagi ya, kodoknya udah pergi. Kodoknya memang nakal.”
kata sang Ibu sembari berpura-pura memukul kodok untuk menghentikan tangis
anaknya.
Jurus
“menyalahkan kodok” seperti ini terkadang memang ampuh untuk menghentikan
tangis seorang anak kecil yang terjatuh. Menghadirkan sebuah kodok fiktif
untuk dipersalahkan karena sebetulnya tidak ada kodok di taman itu. Lebih
tepatnya, sebetulnya bukan kodok yang menyebabkan anak itu terjatuh.
Tentunya seorang anak kecil bisa terjatuh karena banyak hal, karena perilaku
anak itu sendiri yang berlari-lari kesana kemari, tersandung batu, atau apa pun
juga. Yang jelas, jarang sekali anak kecil terjatuh karena seekor kodok
yang nakal. Lalu kenapa kodok yang disalahkan? Apa salah kodok?
Ketika
kita menimpakan kesalahan kepada orang lain atau benda, maka baru saja kita
melakukan argumentum ad hominem. Sebuah perilaku yang menunjukkan
kesalahan logika (logical fallacy) dimana kita menyerang pribadi
seseorang atau sesuatu yang tidak ada hubungannya ketika kita menghadapi
masalah. Misalnya, kita datang terlambat ke kantor kemudian kita
menyalahkan traffic light yang berwarna merah sehingga menghalangi
kita sampai di kantor tepat waktu. Atau ketika kita gagal ujian, kita
salahkan hujan yang datang terus menerus.
Gejala
argumentum ad hominem seperti ini menghalangi kita untuk belajar jujur
mencari sebab suatu masalah. Jeda traffic light saat berubah
dari warna merah menjadi warna hijau tentu saja tidak berubah setiap
harinya. Lalu mengapa di lain hari kita bisa datang tepat waktu, namun di
waktu yang lain kita datang terlambat? Apa benar traffic light yang
menjadikan kita terlambat? Atau memang karena kita yang terlambat bangun
pagi? Lalu, apa salah hujan ketika kita tidak bisa mengerjakan soal
ujian? Badai kah? Tentu saja kejujuran dari masing-masing diri kita
yang mampu menjawabnya.
Gejala
argumentum ad hominem kerap pula kita temui saat berdebat. Baik
perdebatan yang terjadi dalam percakapan sehari-hari maupun dalam sebuah forum
diskusi. Shoot the messenger, not the message. Argumentum
ad hominem adalah cara berdebat yang menyerang pribadi lawan debat secara
langsung, bukan argumennya. Dalam lomba debat sendiri, peserta yang
melontarkan argumen menyerang pribadi lawannya akan mendapat “kartu merah”
sehingga untuk selanjutnya dia tidak diperkenankan meneruskan debat dan
dinyatakan kalah. Kenapa begitu? Sebab, ad hominem adalah salah
satu bentuk logical fallacy.
Logical
fallacy adalah sebuah salah besar, karena bisa menjebak perdebatan
konstruktif menjadi debat kusir penuh retorika. Beberapa jenis kesesatan
penalaran dipelajari sebagai lawan dari argumentasi logis. Teknik berargumen
jenis ini bisa dilontarkan tampak sangat frontal ataupun disampaikan
dengan bahasa yang sangat halus hingga tidak ada orang yang menyadarinya.
Namun yang paling penting, logical fallacy menghasilkan sebuah
kesimpulan yang sesat karena tidak disusun dengan logika yang benar.
Kesalahan
relevansi. Benar tidaknya suatu konklusi tidak didasarkan pada
kaidah-kaidah logika, tapi pada ukuran-ukuran lain yang tidak relevan dengan
logika. Sebuah kesalahan logika karena pemilihan premis yang tidak tepat,
yaitu membuat premis dari proposisi yang salah dan proses kesimpulan premis
yang caranya tidak tepat. Sehingga premisnya tidak berhubungan dengan
kesimpulan yang akan dicari. Secara psikologis, premis tersebut nampak
saling berhubungan. Namun kesan akan adanya hubungan psikologis ini
sering kali membuat orang terkecoh.
Dalam
argumentum ad hominem, ukuran kebenaran yang digunakan adalah
penilaian terhadap orang yang menyampaikan pernyataan atau argumentasi.
Sebuah hal yang keliru ketika ukuran logika yang ada dihubungkan dengan kondisi
pribadi personal seseorang yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau
kekeliruan isi argumennya.
Secara
sederhana, argumentum ad hominem muncul saat ada keinginan untuk
menang. Saat dimana seseorang tidak bisa menerima kenyataan sehingga
akhirnya mencari-cari subjek lain untuk dipersalahkan. Sebuah hal yang
wajar ketika semua orang ingin diterima oleh orang lain. Baik diterima
keberadaanya maupun cara berpikirnya. Yang menjadi masalah adalah ketika
mengusahakan penerimaan itu kita menghalalkan berbagai cara, termasuk dengan
merendahkan pribadi orang lain di sekeliling kita.
Ali
ra sendiri pernah mengatakan bahwa “Seorang muslim yang baik adalah ketika ia
melihat muslim yang lain maka ia merasa bahwa muslim yang lain itu lebih baik
daripada dirinya sendiri.” Sifat merendahkan orang lain sebetulnya adalah
sebuah sikap yang mencerminkan kecacatan pribadi. Saat kecacatan pribadi
seseorang terlihat oleh orang lain maka ia akan sibuk mencari kecacatan yang
ada pada diri orang lain. Sungguh benar kata sebuah peribahasa yang kita
kenal saat duduk di bangku sekolah dulu, “kuman di seberang lautan tampak,
gajah di pelupuk mata tak tampak.”
Sayangnya,
menghindari kesalahan logika seperti ini dalam kehidupan sehari-hari sangat lah
susah. Kesesatan logika yang kita temui setiap harinya pun sebenarnya
sangat efektif digunakan untuk provokasi, menggiring opini publik, pembentukan
sebuah regulasi, pembunuhan karakter, atau penghindaran jerat hukum.
Padahal jika ingin menemukan sebuah solusi maka akan terasa lebih bijak jika
kita bersama-sama membahas substansi masalah yang ada dan bukan sekedar
menginginkan pendapatnya diterima oleh orang lain. Memang, dengan
memanfaatkan kesalahan logika dalam sebuah silat lidah kita dapat memenangkan
suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan. Suatu
bangsa akan maju ketika masyarakatnya sudah terbiasa berdiskusi secara
konstruktif, termasuk pula bebas dari kesalahan-kesalahan logika saat
berargumentasi.
Saya
pribadi pun mungkin masih banyak melakukan kesalahan logika dalam menyusun
argumen. Dan bukan sebuah hal yang mustahil ketika selesai membaca
tulisan saya yang panjang dan membuat kerut berkening ini, seorang pembaca blog
akan berkata : “Heuleuh.. loe aja ngejelasin kesalahan logika masih nggak
jelas gini pake ngemeng sok pilsup.. kuliah lagi dulu sanah! ntar
kalo dah lulus baru loe nulis lagi soal beginian..” Maka pembaca blog
tersebut baru saja memberikan contoh kalimat argumentum ad hominem
Wednesday, May 30, 2012
"NANJI NI NEMASUKA"
"NANJI NI NEMASUKA"
Nemasu : tidur
Okimasu : bangun
tidur
Ikimasu : pergi
Kimasu : datang
Kaerimasu :
pulang
Mainichi : setiap
hari
Maiasa : setiap
pagi hari
Maiban : setiap
malam hari
Kata bantu untuk
(Ikimasu, Kimasu, Kaerimasu) menggunakan (E)
CONTOH
Mira san wa bali
e ikimasu. (Mira pergi ke bali)
Cinta san wa uchi
e kaerimasu. (Cinta pulang ke rumah)
Wayan san wa gakkou e kimasu. (Wayan dan ke sekolah)
Bagaimanakah penggunaan mainichi, maiasa, maiban disertakan ket waktu jam
Pola kalimat
…(Ket
waktu)… …(jam)… ni …(kata kerja) masu.
1. Maiasa
rokuji ni okimasu.(setiap pagi hari saya bangun pada jam 6)
2. Maiasa shichiji ni mizu wo abimasu.(setiap pagi hari
saya mandi pada jam 7)
3. Maiban
hachiji han ni shukudai wo shimasu.(setiap hari saya mengerjakan PR pada jam
08.30 malam)
4. Maiban
juuji ni nemasu.(setiap malam hari tidur pada jam 10)
Penggunaan
kata GORO
Pola
kalimat
…(Ket
waktu)… …(jam)… goro …. (katakerja)masu
1. Maiban hachiji
goro gohan wo tabemasu.(setiap malam saya makan nasi kia-kira pada jam
8)
2. Maiasa goji goro oinorishimasu.(setiap pagi saya
berdoa kira-kira pada jam 5)
3. Mainichi ichiji
han goro uchi e kaerimasu.(setiap hari saya pulang ke rumah kira-kira
pada jam 01.30 siang)
4. Maiban kuji goro
shawaa wo abimasu.(setiap malam saya mandi shower kira-kira pada jam 9)
5. Kotaro san wa maiban kuji goro hon wo
yomimasu. (setiap malam hari
kotaro membaca koran sekitar jam 9)
Contoh
percakapan
1. Q : asa,
nanji ni okimasuka.(pagi hari kamu bangun pada jam berapa ?)
A : rokuji goro okimasu.(saya bangun
kira-kira pada jam 6)
2. Q : hiru,
nanji ni tabemasuka. (pada
siang hari kamu makan jam berapa?)
A : ichiji goro tabemasu. (saya makan kira-kira jam 1)
3. Q : yoru,
nanji ni benkyoushimasuka. (pada
malam hari kamu belajar jam berapa?)
A : hachiji goro benkyoushimasu. (saya belajar kira-kira jam 8)
Kaiwa no renshuu
/ latihan percakapan
Anyta : ohayou gozaimasu
Luna : ohayou
Anyta : maiasa, nanji ni oinorimasuka.
Luna : goji goro oinorishimasu.
Anyta : mainichi, nanji ni uchi e kaerimasuka.
Luna : ichiji han goro kaerimasu.
Anyta : maiban, nanji ni gohan wo
tabemasuka.
Luna : shichiji goro tabemasu.
Anyta : doumo arigatou gozaimasu
Luna : iie douitashimashite
Monday, May 14, 2012
Beasiswa Monbukagakusho JEPANG untuk Lulusan SLTA Sederajat
Pendaftaran untuk keberangkatan tahun 2013 telah dibuka pada 14 Mei 2012 dan akan ditutup pada tanggal 15 Juni 2012.
Program ini ditujukan untuk siswa-siswi Indonesia lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas (S-1), College of Technology (D-3) atau Professional Training College (D-2) di Jepang mulai tahun akademik 2013 (April 2013).
Pelamar hanya bisa mendaftar 1 (satu) program dari S-1, D-3, atau D-2.
Undergraduate (S-1)
Masa studi 5 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang (kecuali jurusan kedokteran umum, gigi, hewan, dan sebagian farmasi lama masa studi adalah 7 tahun).
Syarat: lulusan SLTA; nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal 8,4; lahir antara 2 April 1991 dan 1 April 1996.
Materi ujian tertulis:
Masa studi 4 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. College of Technology memiliki program 5 tahun yang dirancang bagi lulusan SLTP. Siswa penerima Beasiswa Monbukagakusho (lulusan SLTA) akan masuk College of Technology sebagai mahasiswa tahun ketiga. Studi teknik sebagian besar terdiri dari eksperimen / percobaan dan latihan-latihan praktek. Lulusan dari sekolah ini diharapkan menjadi ahli teknik (engineer).
Syarat: lulusan SLTA Jurusan IPA; nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1991 dan tgl. 1 April 1996
Materi ujian tertulis:
Matematika dan Kimia/Fisika (tergantung kategori jurusan seperti tertulis di bawah)
Pilihan jurusan:
Masa studi 3 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. Specialized Training College terpisah dari sistem pendidikan Jepang yang biasa. Sekolah ini menawarkan pelatihan praktis kejuruan.
Syarat: lulusan SLTA; nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1991 dan tgl. 1 April 1996
Materi ujian tertulis: Bahasa Inggris dan Matematika
Pilihan jurusan: Civil Engineering and Architecture; Electrical and Electronic Engineering; Wireless Communication; Computer; Information Processing; Nourishment; Cooking; Nursery Teacher Training; Nursing Welfare; Social Welfare; Management; Travel; Bussiness; Harmony Dressmaking; Music; Art; Design; Photograph; dll
Catatan:
Bagian Pendidikan Kedutaan Besar Jepang
Jl. MH Thamrin no.24 Jakarta 10350
Telp. (021) 3192-4308 ext.175 atau 176
sumber
Program ini ditujukan untuk siswa-siswi Indonesia lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas (S-1), College of Technology (D-3) atau Professional Training College (D-2) di Jepang mulai tahun akademik 2013 (April 2013).
Pelamar hanya bisa mendaftar 1 (satu) program dari S-1, D-3, atau D-2.
Undergraduate (S-1)
Masa studi 5 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang (kecuali jurusan kedokteran umum, gigi, hewan, dan sebagian farmasi lama masa studi adalah 7 tahun).
Syarat: lulusan SLTA; nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal 8,4; lahir antara 2 April 1991 dan 1 April 1996.
Materi ujian tertulis:
- IPS: Bahasa Inggris dan Matematika
- IPA-a: Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, dan Fisika
- IPA-b,c: Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, dan Biologi
- IPS: Laws, Politics, Pedagogy, Sociology, Literature, History, Japanese language, Economics, Business Administration, and others.
- IPA-a: Science (Mathematics, Physics, Chemistry); Electric and Electronic Studies (Electronics, Electrical Engineering, Information Engineering); Mechanical Studies (Mechanical Engineering, Naval Architecture); Civil Engineering and Architecture (Civil Engineering, Architecture, Environmental Engineering); Chemical Studies (Applied Chemistry, Chemical Engineering, Industrial Chemistry, Textile Engineering); and other fields (Metallurgical Engineering, Mining Engineering, Maritime Engineering, Biotechnology)
- IPA-b: Agricultural Studies (Agriculture, Agricultural Chemistry, Agricultural Engineering, Animal Science, Veterinary Medicine, Forestry, Food Science, Fisheries); Hygienic Studies (Pharmacy, Hygienics, Nursing); Science (Biology)
- IPA-c: Medicine; Dentistry
Masa studi 4 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. College of Technology memiliki program 5 tahun yang dirancang bagi lulusan SLTP. Siswa penerima Beasiswa Monbukagakusho (lulusan SLTA) akan masuk College of Technology sebagai mahasiswa tahun ketiga. Studi teknik sebagian besar terdiri dari eksperimen / percobaan dan latihan-latihan praktek. Lulusan dari sekolah ini diharapkan menjadi ahli teknik (engineer).
Syarat: lulusan SLTA Jurusan IPA; nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1991 dan tgl. 1 April 1996
Materi ujian tertulis:
Matematika dan Kimia/Fisika (tergantung kategori jurusan seperti tertulis di bawah)
Pilihan jurusan:
- Kimia: Jurusan yang terkait pada bidang kimia seperti “Materials Engineering” dll.
- Fisika: Jurusan lain seperti “Mechanical Engineering”, “Electrical and Electronic Engineering”, “Information, Communication, and Network Engineering”, “Architecture and Civil Engineering”, Maritime Engineering” dll.
Masa studi 3 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. Specialized Training College terpisah dari sistem pendidikan Jepang yang biasa. Sekolah ini menawarkan pelatihan praktis kejuruan.
Syarat: lulusan SLTA; nilai rata-rata ijazah atau rapor kelas 3 semester terakhir minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1991 dan tgl. 1 April 1996
Materi ujian tertulis: Bahasa Inggris dan Matematika
Pilihan jurusan: Civil Engineering and Architecture; Electrical and Electronic Engineering; Wireless Communication; Computer; Information Processing; Nourishment; Cooking; Nursery Teacher Training; Nursing Welfare; Social Welfare; Management; Travel; Bussiness; Harmony Dressmaking; Music; Art; Design; Photograph; dll
Catatan:
- Semua soal ujian dalam bahasa Inggris.
- Lulusan dari S-1 bisa meneruskan ke S-2, dan lulusan D-3 dan D-2 bisa meneruskan ke S-1 sebagai siswa tahun ketiga. Namun untuk melanjutkan beasiswa, tergantung pada prestasi dan hasil seleksi. Para siswa tentunya harus mengikuti ujian masuk dan masa perpanjangan beasiswa maksimal 2 tahun.
- Bebas biaya ujian masuk, biaya kuliah dan uang pendaftaran
- Tiket kelas ekonomi p.p. Indonesia (Jakarta) – Jepang
- Tunjangan ¥117.000/bulan (Besar tunjangan tahun 2012. Untuk tahun 2013 dan tahun selanjutnya ada kemungkinan mengalami perubahan)
- Tanpa ikatan dinas
- Masa pendaftaran: Mulai tanggal 14 Mei s/d 15 Juni 2012 , hanya pelamar yang memenuhi persyaratan boleh mendaftar.
- Pelamar men-download formulir sesuai program yang diinginkan (S1, D3 atau D2) pada link di bawah ini:
- Application Form (Formulir D2 (doc file 97kb), Formulir D3 (doc file 97kb), Formulir S1 (doc file 97kb))
- Field of Study and Study Program (D2 pdf file 48kb, D3 pdf file 62kb, S1 pdf file 14kb)
- Pelamar mengirimkan Formulir yang telah diisi, beserta fotokopi Ijazah, fototokopi Nilai Ijazah, dan fotokopi Rapor kelas 3 semester 2 (bisa menggunakan dokumen sementara dari sekolah apabila nilai asli dari Kemdiknas belum keluar), ke Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, atau Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya, dan Medan, atau Kantor Konsuler Jepang di Makassar. Dokumen bisa diantar langsung atau dikirimkan via pos ke:
- Bagian Pendidikan Kedutaan Besar Jepang
Jl. M.H.Thamrin 24 Jakarta 10350 Telp. 021 – 319 24308 ps. 175, 176, dan 178 - Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya
Jl. Sumatera No. 93, Surabaya Telp. 031 – 503 0008 - Konsulat Jenderal Jepang di Medan
Wisma BII Lt. 5, Jl. P. Diponegoro No. 18, Medan Telp. 061 – 457 5193 - Kantor Konsuler Jepang di Makassar
Jl. Jend. Sudirman No. 31, Makassar Telp. 0411 – 871 030 - Formulir dan dokumen pelengkap harus sudah tiba pada tanggal 15 Juni 2012 (bukan cap pos)
- Hanya pelamar dengan dokumen lengkap akan kami proses. Dokumen yang dikirimkan tidak akan dikembalikan.
- Bagi yang lolos praseleksi (seleksi dokumen) akan dipanggil untuk mengikuti ujian tertulis (bulan Juli). Praseleksi dilakukan berdasarkan nilai ijazah dan rapor.
- Mereka yang lulus ujian tertulis akan dipanggil untuk wawancara di Jakarta (dalam bahasa Indonesia) bulan Agustus. Bagi yang lulus wawancara akan direkomendasikan ke Monbukagakusho.
- Mereka yang lolos seleksi di Monbukagakusho akan menjadi penerima beasiswa. Penetapan penerima beasiswa ditentukan pada bulan Januari 2013.
Bagian Pendidikan Kedutaan Besar Jepang
Jl. MH Thamrin no.24 Jakarta 10350
Telp. (021) 3192-4308 ext.175 atau 176
sumber
Subscribe to:
Posts (Atom)